Create your own banner at mybannermaker.com!

Search...

Tahap-Tahap Penciptaan Manusia (A)

III. STAGES OF THE CREATION OF MAN (A)
Bab III

Tahap-Tahap Penciptaan Manusia (A)


Catatan penerjemah:
Dokumen asli [dalam Bahasa Inggris] dicetak dengan huruf biasa.

Dokumen terjemahan dicetak dengan huruf seperti ini.

Allah sent the Prophet Muhammad, (sallallahu ‘alaihi wa sallam), as a messenger to the whole universe. Allah says in the Qur’an:

We sent thee not, but as a mercy for all creatures. (Qur’an 21:107).

Allah mengutus Nabi Muhammad saw, sebagai seorang Utusan (Rasul) untuk seluruh alam semesta. Allah berfirman dalam Al-Quran:

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
(Quran 21:107)

And so Prophet Muhammad (sallallahu ‘alaihi wa sallam) is the Messenger of Allah to the bedouins in the desert just as he is the Messenger of Allah to the present-day scientist in his modern laboratory. He is the Messenger of Allah to all peoples of all times. Before Prophet Muhammad (sallallahu ‘alaihi wa sallam), each Messenger was sent exclusively to his own people: …to every people a guide has been sent. (Qur’an 13:7).

Nabi Muhammad saw adalah Utusan Allah untuk orang-orang badui di gurun sebagaimana dia juga berlaku sebagai Utusan Allah untuk para ilmuwan yang bergelut di laboratorium di masa kini. Dia adalah Utusan Allah untuk semua orang di segala waktu. Sebelum Nabi Muhammad saw, setiap Utusan (Rasul) dikirim secara khusus untuk ummatnya saja:

... dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk.
(Quran 13:7)

Prophet Muhammad’s (sallallahu ‘alaihi wa sallam) message, however, is to all of mankind, and it is for this reason that Allah has given a supporting proof of the message of Prophet Muhammad (sallallahu ‘alaihi wa sallam), a proof which is different from the proofs given to the messengers before him. The proofs of the preceding messengers were only seen by their contemporaries and possibly by some generations immediately following them. Then Allah would send a new messenger, supported with a new miracle, in order to revive the faith of his people. But because Prophet Muhammad (sallallahu ‘alaihi wa sallam) was destined to be last of the prophets until the Day of Resurrection, Allah has given him an everlasting miracle as a supporting proof.

Pesan yang dibawa Nabi Muhammad saw, adalah untuk seluruh ummat manusia, untuk itu, Allah memberi dukungan bukti-bukti dari pesan yang dibawa Nabi Muhammad saw. Bukti yang berbeda dari bukti-bukti yang diberikan kepada setiap Utusan-Utusan Allah sebelumnya. Bukti-bukti yang dibawa oleh Utusan-Utusan sebelumnya hanya bisa dilihat oleh orang-orang pada jamannya dan mungkin juga oleh beberapa generasi setelahnya. Kemudian Allah akan mengirimkan Utusan yang baru, yang didukung dengan keajaiban yang baru pula untuk mengembalikan kepercayaan orang-orang pada jamannya. Akan tetapi, karena Nabi Muhammad saw ditakdirkan sebagai Nabi Terakhir diantara Nabi-Nabi yang lain hingga Hari Kebangkitan, Allah telah menganugerahi dia keajaiban yang kekal sebagai bukti pendukung.

If we ask a Jew or Christian to show us the miracles of prophet Musa (Moses) or Isa (Jesus), may the blessings and peace of Allah be upon them all, they both would submit that it is not within human power to redemonstrate any of those miracles now. Moses’ cane cannot be created nor can prophet Jesus be invoked to raise people from the dead. For us today, these miracles are nothing more than historical reports. But if a Muslim is asked about the greatest miracle of the Prophet Muhammad (sallallahu ‘alaihi wa sallam), he can readily show his book, the Qur’an. For the Qur’an is a miracle that remains in our hands. It is an open book for all people to examine its contents.

Jika kita menanyakan kepada seorang Yahudi atau seorang Kristen untuk menunjukkan kepada kita keajaiban yang dibawa oleh Nabi Musa saw atau Isa saw, mereka akan menyerah bahwa hal itu adalah di luar kekuasaan manusia untuk mendemonstrasikan ulang keajaiban-keajaiban itu pada saat sekarang. Tongkat Nabi Musa tidak bisa diciptakan sebagaimana Nabi Isa tidak bisa lagi diminta untuk membangkitkan orang dari kematiannya. Untuk kita saat ini, keajaiban-keajaiban ini tidak lebih dari sekedar laporan sejarah. Akan tetapi jika seorang Muslim ditanya tentang keajaiban terbesar yang dibawa Nabi Muhammad saw, dia bisa dengan segera menunjukkan buku ini, Al-Quran. Karena Al-Quran adalah sebuah keajaiban yang tetap berada di tangan kita. Al-Quran adalah buku terbuka untuk semua orang yang ingin mengetahui isi ajaran yang dibawanya.

Allah said in the Qur’an:

What thing is most weighty in evidence? Say: Allah is witness between me and you; this Qur’an has been revealed to me by inspiration that I may warn you and all whom it reaches. (Qur’an 6:19).

Allah berfirman dalam Al-Quran:

Katakanlah: 'Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?' Katakanlah: 'Allah, Dia menjadi saksi antara aku dan kamu, Dan Al-Quran ini dwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Quran (kepadanya) ... '
(Quran 6:19)

The miraculous nature of the Qur’an lies in the knowledge which it contains. Allah, the Exalted, said: But Allah bears witness to that which He has sent down (the Qur’an) you (O Muhammad); He has sent it down with His Knowledge… (Qur’an 4:166).

Keajaiban alami dari Al-Quran terletak pada pengetahuan yang terkandung di dalamnya. Allah Yang Maha Mulia berfirman:

Tetapi Allah mempersaksikan dengan apa yang Dia menurunkan kepada kamu; Dia menurunkannya dengan pengetahuan-Nya ...
(Quran 4:166)

Hence, our contemporary scientists and scholars, the professors in various universities who are leaders of human thought, have the opportunity to examine the knowledge which is found in the book of Allah. In this age, scientists have excelled in discovering the universe, though the Qur’an has already discussed the universe and human nature even long before. So, what was the result?

Selanjutnya, para ilmuwan dan para sarjana masa kini, para profesor dari berbagai universitas sebagai anutan pemikiran manusia, mempunyai kesempatan untuk menganalisa pengetahuan yang bisa ditemukan dalam Buku Allah. Di masa kini, para ilmuwan memiliki keunggulan dalam menyelidiki [rahasia] alam semesta, meskipun Al-Quran telah menjelaskan kejadian alam semesta dan alam manusia sebelumnya. Maka, apakah hasil dari penyelidikan ini?

We present Professor Emeritus Keith Moore, one of the world’s prominent scientists of anatomy and embryology. We asked Professor Moore to give us his scientific analysis of some specific Qur’anic verses and prophetic traditions [Ahadeeth] pertaining to his field of specialization.

Kami hadirkan Profesor Keith Moore, salah seorang ilmuwan terkenal dalam dunia anatomi dan embriologi. Kami meminta Profesor Moore untuk memberikan analisa ilmiahnya pada ayat-ayat Al-Quran dan beberapa hadits secara khusus yang berhubungan dengan bidang spesialisasinya.

Professor Moore is the author of the book entitled 'The Developing Human'. He is Professor Emeritus of Anatomy and Cell Biology at the University of Toronto, Canada, where he was Associate Dean of Basic Sciences at the Faculty of Medicine and for 8 years was the Chairman of the Department of Anatomy. Dr. Moore had also previously served at the University of Winnipeg, Canada for eleven years. He has headed many international associations of anatomists and the Council of the Union of Biological Sciences. Professor Moore was also elected to the membership of the Royal Medical Association of Canada, the International Academy of Cytology, the Union of American Anatomists and the Union of North and South American Anatomists. and in 1984 he received the most distinguished award presented in the field of anatomy in Canada, the J.C.B. Grant Award from the Canadian Association of Anatomists.

Profesor Moore adalah penulis buku yang berjudul 'The Developing Human (Perkembangan Manusia)'. Dia adalah mantan Profesor di bidang Anatomi dan Biologi Sel di Universitas Toronto, Kanada, menjabat sebagai Dekan Kepala Dasar Sains pada Fakultas Ilmu Kedokteran dan selama 8 tahun menjabat sebagai Ketua Departemen Anatomi.
Dr. Moore juga pernah mengajar di Universitas Winnepeg, Kanada, selama 11 tahun. Dia pernah mengepalai berbagai asosiasi internasional anatomi dan Dewan Serikat Ilmu Biologi. Profesor Moore juga pernah diangkat sebagai anggota Royal Medical Association, Kanada, Akademi Ilmu Pembelahan Sel Internasional, Serikat Ahli Anatomi Amerika dan Serikat Ahli Anatomi Amerika Utara dan Selatan. Pada tahun 1984 dia menerima penghargaan paling terhormat yang diberikan pada bidang anatomi di Kanada, Penghargaan J.C.B Grant dari Asosiasi Ahli Anatomi Kanada.

He has published many books on clinical anatomy and embryology, eight of them are used as reference works in medical schools and have been translated into six languages.

Dia telah menerbitkan banyak buku pada bidang klinik anatomi dan embriologi, delapan diantaranya dipakai sebagai buku panduan di sekolah kedokteran dan telah diterjemahkan kedalam enam bahasa.

When we asked Professor Moore to give us his analysis of the Qur’anic verses and prophetic statements, he was amazed. He wondered how the Prophet Muhammad (sallallahu ‘alaihi wa sallam), fourteen centuries ago, could describe the embryo and its development phase in such detail and accuracy, which scientists have come to know only in the last thirty years. Very quickly, however, Professor Moore’s amazement grew into admiration for this revelation and guidance. He introduced these views to intellectual and scientific circles. He even gave a lecture on the compatibility of modern embryology with the Qur’an and Sunnah where he stated:

Ketika kami meminta Profesor Moore untuk memberikan analisanya pada ayat-ayat Al-Quran dan pernyataan-pernyataan kenabian (Hadits), dia sangat tercengang. Dia terkejut bagaimana Nabi Muhammad saw, empat belas abad yang lalu bisa menjelaskan embrio dan fase perkembangannya secara detail dan akurat, yang mana pengetahuan tentang ini baru diketahui oleh para ahli ilmu pengetahuan baru tiga puluh tahun terakhir ini saja. Keterkejutan Profesor Moore berkembang menjadi kekaguman akan bimbingan wahyu Ilahi ini. Dia mengenalkan pandangan ini kepada para intelektual dan lingkaran ilmu pengetahuan. Dia bahkan memberikan kuliah dengan tema keserasian antara embriologi modern dengan Al-Quran dan Sunnah, di mana dia menyatakan:

It has been a great pleasure for me to help clarify statements in the Qur’an about human development. It is clear to me that these statements must have come to Muhammad from Allah, or God, because almost all of this knowledge was not discovered until many centuries later. This proves to me that Muhammad must have been a messenger of Allah.

Merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri bagi saya untuk mencoba menjelaskan pernyataan-pernyataan yang ada dalam Al-Quran tentang perkembangan manusia. Sangat jelas bagi saya bahwa pernyataan-pernyataan ini pasti datang kepada Muhammad saw dari Tuhan, yaitu Allah, karena hampir semua pengetahuan ini belum pernah ditemukan sampai beberapa abad yang lalu. Hal ini membuktikan bahwa Muhammad saw adalah seorang Utusan Allah.

Consider what this well-known and respected scientist of embryology declared upon studying the Qur’anic verse related to his discipline, and his conclusion that Muhammad (sallallahu ‘alaihi wa sallam), must have been a Messenger from Allah.

Perhatikan apa yang dinyatakan oleh ilmuwan terhormat yang dikenal baik ini ketika mempelajari ayat-ayat Al-Quran yang berhubungan dengan disiplin ilmu yang digelutinya, dan kesimpulannya bahwa Muhammad saw adalah seorang Utusan Allah.

Allah says in the Qur’an about the stages of the creation of man: Man we did create from a quintessence (of clay); Then we placed as (a drop of) sperm (nutfah) in a place firmly fixed; Then we made the sperm into a clot of congealed blood (‘alaqah); Then of that clot we made a (fetus) lump (mudghah); then we made out of that lump bones and clothed the bones with flesh; then we developed out of it another creature. (Qur’an 23:12-14).

Allah berfirman dalam Al-Quran tentang tahap-tahap perkembangan manusia:

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.
(Quran 23:12-14)

The Arabic word ‘alaqah has three meanings. The first meaning is 'leech'. The second is 'a suspended thing'. The third meaning is 'a blood clot'.

Kata 'alaqah dalam Bahasa Arab memiliki tiga makna: 1. 'lintah' 2. 'sesuatu yang melayang' 3. 'gumpalan darah beku'

In comparing the fresh-water leech to the embryo at the ‘alaqah stage, Professor Moore found a great similarity between the two. He concluded that the embryo during the ‘alaqah stage acquires an appearance very similar to that of leech. Professor Moore placed a picture of the embryo side by side with the picture of a leech (See Fig. 3.1). He presented these pictures to scientists at several conferences.

Ketika membandingkan lintah air yang masih segar dengan embrio pada tahap 'alaqah, Profesor Moore menemukan kesamaan diantara keduanya. Dia menyimpulkan bahwa embrio selama tahap 'alaqah memperoleh penampakan yang sangat mirip dengan lintah. Profesor Moore meletakkan sebuah gambar embrio secara berjajar dengan gambar lintah (lihat Gambar 3.1). Dia memperlihatkan gambar ini kepada para ilmuwan di beberapa konferensi.

leech.JPG (6840 bytes)
[Fig. 3.1]
Gambar 3.1

The similarities in appearance between a human embryo and a leech at alaqah stage.

Kesamaan penampakan antara sebuah embrio manusia dan seekor lintah pada tahap 'alaqah.

The second meaning of the word ‘alaqah is 'a suspended thing', and this is what we can see in the attachment of the embryo during the ‘alaqah stage to the uterus (womb) of the mother. The third meaning of the word ‘alaqah is 'a blood clot'. It is significant to note, as Professor Moore stated, that the embryo during the ‘alaqah stage goes through well known internal events, such as the formation of blood in closed vessels, until the metabolic cycle is completed through placenta. During the ‘alaqah stage, the blood is caught within closed vessels and that is why the embryo acquires the appearance of a blood clot, in addition to the leech-like appearance. Both descriptions are miraculously given by a single Qur’anic word ‘alaqah.

Arti kedua dari kata 'alaqah adalah 'sesuatu yang melayang', dan ini sesuai apa yang bisa kita lihat pada pengikatan embrio selama tahap 'alaqah pada rahim wanita. Arti ketiga dari kata 'alaqah adalah 'gumpalan darah beku'. Sangat penting untuk dicatat, sebagaimana dinyatakan oleh Profesor Moore, bahwa embrio selama masa 'alaqah berkembang melalui saat-saat internal yang diketahui, seperti pembentukan darah di pembuluh tertutup sampai dengan putaran metabolis lengkap melalui ari-ari (plasenta). Selama tahap 'alaqah, darah ditangkap di dalam pembuluh tertutup, oleh karena itulah embrio memperoleh penampakan sebagai gumpalan darah beku, sebagai tambahan pada penampakan mirip-lintah. Kedua deskripsi ini secara ajaib diberikan hanya oleh sebuah kata dalam ayat Al-Quran 'alaqah.

How could Muhammad (sallallahu ‘alaihi wa sallam) have possibly known that by himself? Professor Moore also studied the embryo at the mudghah (chewed-like substance) stage. He took a piece of raw clay and chewed it in his mouth, then compared it with a picture of the embryo at the mudghah stage. Professor Moore concluded that the embryo at the mudghah stage acquires the exact appearance of a chewed-like substance. Several Canadian periodicals published many of Professor Moore’s statements. In addition, he presented three television programs in which he highlighted the compatibility of modern science with what has been contained in the Qur’an for one thousand and four hundred years. Consequently, Professor Moore was asked the following question: ‘Does this mean that you believe that the Qur’an is the Word of Allah ?’ to which he replied: 'I find no difficulty in accepting this.' Professor Moore was also asked: ‘How can you believe in Muhammad while you believe in Jesus Christ?’ His reply was: I believe they both come from the same school.

Bagaimana mungkin Muhammad saw mengetahui hal ini dengan sendirinya? Profesor Moore juga mempelajari embrio pada tahap mudghah (zat yang kenyal/seperti dikunyah). Dia mengambil sepotong benda kenyal dan mengunyah di dalam mulutnya, kemudian membandingkannya dengan sebuah gambar embrio pada tahap mudghah. Profesor Moore menyimpulkan bahwa embrio pada tahap mudghah memiliki penampakan yang sama persis seperti sesuatu yang dikunyah. Beberapa penerbit Kanada menerbitkan banyak sekali pernyataan-pernyataan Profesor Moore. Sebagai tambahan, dia menampilkan tiga program televisi di mana dia menyorot keserasian antara sains modern dengan apa yang ada di dalam Al-Quran selama seribu empat ratus tahun. Sebagai konsekwensinya, Profesor Moore didaulat dengan pertanyaan berikut: 'Apakah ini berarti Anda mempercayai bahwa Al-Quran adalah Firman Allah?', dijawabnya: 'Saya tidak merasa kesulitan untuk mengakuinya.' Profesor Moore juga ditanya: 'Bagaimana bisa Anda mempercayai Muhammad sedangkan Anda mempercayai Jesus Kristus?' Jawabnya: 'Saya mempercayai keduanya berasal dari sekolah yang sama'.

Thus modern scientists all over the world today can come to know that the Qur’an has been revealed from Allah ’s knowledge. As Allah the Almighty has told us: Allah bears witness that what He has sent unto thee He has sent with His (own) knowledge. (Qur’an 4:166).

Demikianlah, para ahli sains di seluruh dunia sekarang bisa mengetahui bahwa Al-Quran benar-benar diwahyukan dari ilmu Allah. Allah swt berfirman:

'Allah mengakui al-Qur'an yang diturunkan-Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya ... ' (Q.S 4:166).

It also follows that modern-day scientists should have no difficulty in acknowledging that the Prophet Muhammad (sallallahu ‘alaihi wa sallam), is a Messenger of Allah.

Sehingga untuk selanjutnya, para ahli sains di abad modern ini seharusnya tidak menemui kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa Nabi Muhammad saw adalah benar-benar Utusan Allah.

Sumber: http://abdshomad.8m.com/offline/www.it-is-truth.org/chapters/stagesa.htm

Klik Judul Artikel untuk Baca Selengkapnya....

0 comments: